Waste atau 8 Pemborosan seperti ini pertama kali telah diperkenalkan oleh Taiichi Ono yang bekerja di TOYOTA Jepang dalam Sistem Produksi Toyota atau TOYOTA PRODUCTION SYSTEM.
Beberapa penjelasan yang berhubungan dengan 8 pemborosan yang dapat dikurangi jika pemimpin perusahaan harus lebih fokus kepada efisiensi demi meningkatkan nilai tambah bagi pelanggan adalah sbb:
1. Waste of Overproduction (Produksi yang terlalu berlebihan).
Waste atau pemborosan yang seringkali terjadi karena kelebihan produksi, baik yang berbentuk finished goods (Barang Jadi) maupun WIP work in progress (barang setengah jadi) namun tidak ada order/pesanan dari Customer. Beberapa alasan akan adanya Overproduction (kelebihan produksi) antara lain adalah karena waktu set-up mesin yang terlalu lama, atau pemikiran (just in case) ada yang membutuhkannya.
2. Waste of Inventory (Inventori).
Pemborosan yang terjadi karena Inventory adalah karena akumulasi dari finished goods (barang jadi), WIP (barang setengah jadi) dan bahan mentah yang terlalu berlebihan pada semua tahap produksi sehingga membutuhkan adanya tempat penyimpanan, modal yang terlalu besar, orang yang mengawasinya dan pekerjaan dokumentasi (paperwork).
3. Waste of Defects (Cacat / Kerusakan).
Waste yang terjadi karena semakin buruknya kualitas atau adanya kerusakan/defect sehingga diperlukan adanya perbaikan. Hal ini akan semakin menyebabkan adanya biaya tambahan yang berupa biaya tenaga kerja, komponen yang akan digunakan dalam perbaikan dan berbagai biaya-biaya lainnya.
5. Waste of Transportation (Pemindahan/Transportasi).
Waste yang seringkali terjadi karena tata letak /layout produksi yang begitu buruk, peng-organisasian tempat kerja yang kurang baik sehingga membutuhkan adanya kegiatan pemindahan barang dari satu tempat ke tempat lainnya. Contoh sederhananya adalah tata letak gudang yang terlalu jauh dari produksi.
6. Waste of Motion (Gerakan).
Pemborosan yang terjadi karena adanya gerakan – gerakan pekerja maupun mesin yang tidak perlu dan tidak banyak memberikan nilai tambah terhadap produk tersebut. Contohnya adalah peletakan komponen yang jauh dari jangkauan operator, sehingga membutuhkan adanya gerakan melangkah yang lebih lama dari posisi kerjanya untuk mengambil komponen tersebut.
7. Waste of Waiting (Menunggu).
Pada saat seseorang atau mesin tidak melakukan pekerjaan, maka status tersebut disebut menunggu. Menunggu untuk bisa digunakan karena adanya proses yang tidak seimbang sehingga harus ada pekerja maupun mesin yang harus menunggu untuk melakukan pekerjaannya masing-masing. Adanya kerusakan mesin, supply bahan baku yang terlambat datang, hilangnya alat kerja maupun harus menunggu keputusan atau informasi tertentu dari atasan.
8. Waste of Overprocessing (Proses yang berlebihan).
Tidak semua proses bisa memberikan nilai tambah bagi produk yang sedang diproduksi. Proses yang sama sekali tidak memberikan nilai tambah ini merupakan sebuah pemborosan atau proses yang terlalu berlebihan. Contoh sederhananya adalah: proses inspeksi yang terjadi berulang kali, proses persetujuan yang harus melewati banyak sekali level jabatan, proses pembersihan, dan lain sebgainya. Semua pelanggan menginginkan produk yang berkualitas, namun yang lebih penting adalah bukan berupa proses inspeksi yang terjadi selama berulang-ulang kali yang dibutuhkan, namun tentang bagaimana dalam menjamin kualitas dari produk pada saat proses pembuatannya.
Yang harus kita lakukan adalah untuk mencari Root Cause (akar penyebab) dari permasalahan dan segera ambil tindakan/counter-measure yang sesuai dengan akar penyebabnya tersebut.
Kunci utama dari penerapan Kepemimpinan Kaizen harus selalu mengutamakan kualitas dari produk dan layanan terhadap pelanggan. Perusahaan tidak akan mampu bersaing jika kualitas produk dan layanannya sama sekali tidak layak. Praktek untuk lebih mengutamakan kualitas memang membutuhkan adanya komitmen tim manajemen karena manajer seringkali harus berhadapan dengan berbagai macam godaan untuk membuat kompromi yang berhubungan dengan efisiensi/pemotongan biaya yang pada akhirnya harus mengorbankan kualitas.
Istilahnya adalah penghematan biaya bukan berarti harus diartikan sebagai pemotongan biaya, namun lebih mengacu kepada pengelolaan biaya. Pengelolaan atau manajemen biaya berarti adalah memantau proses pengembangan, produksi, dan penjualan produk maupun jasa layanan agar dapat menghasilkan kualitas produk yang terbaik, dan harus didampingi oleh upaya dalam mencapainya dengan biaya yang lebih rendah atau dengan biaya yang sesuai dengan target
Dalam menerapkan gaya Kaizen, perusahaan juga harus memiliki data internal yang cukup memadai.
Karena gaya Kaizen adalah sebuah proses untuk pemecahan masalah. Agar suatu masalah dapat dipahami dengan benar dan dapat dipecahkan secepat mungkin, masalah itu harus terlebih dahulu diketahui dan kemudian data yang relevan harus dikumpulkan serta di analisis. Pemimpin yang mencoba untuk menyelesaikan permasalahan tanpa adanya data yang akurat adalah sebuah solusi dalam pemecahan masalah berdasarkan selera dan perasaan saja, suatu pendekatan yang tidak ilmiah dan sama sekali tidak objektif.
Jika perusahaan sudah mampu dalam menerapkan gaya Kepemimpinan Kaizen di dalam internal organisasinya, maka Evolutionary Innovation (Inovasi Evolusioner) akan bisa terjadi dengan sendirinya. Tidak butuh biaya yang besar, dan resiko kegagalan akan menjadi lebih apabila dibandingkan jika kita harus menerapkan disruptive innovation (Inovasi yang sangat mengganggu) yang hasilnya belum tentu kejelasannya. Itulah sekilas penjelasan tentang konsep whitepaper berjudul tujuh pemborosan yang seringkali menyebabkan tingginya tingkat kegagalan dalam internal organisasi perusahaan, semoga bisa bermanfaat dan terimakasih. Salam sukses.
Groedu Academy E-Learning
City Of Tomorrow Mall, Jl. A Yani No. 288 (Bunderan Waru) Lantai UG, Blok US 23, No. 3 & 5, Surabaya.
Handphone : 0818521172 (XL)
081252982900 (Simpati)
Email : groedu@gmail.com/groedu_inti@hotmail.com